Sosial Budaya

Warga Desa Jetis Semarang Diajarkan Cara Merangkai Janur, Artha Puspita : Ada Filosofi yang Harus Dipahami Warga

IMG 20240726 WA0115

SEMARANG – Seiring berjalannya waktu, fungsi janur di suatu acara-acara sakral mulai terpinggirkan, karena kebanyakan masyarakat saat ini mengganti fungsi janur sebagai dekorasi dengan aneka jenis bunga.

Artha Puspita Trisnano, Praktisi Pembuat Janur di Kabupaten Semarang ini menerangkan jika kehadiran janur dalam berbagai acara sakral memiliki filosofi sebagai penyokong ke arah kehidupan yang lebih baik.

“Dan ini yang perlu masyarakat paham, bahwa janur tidak hanya sebagai hiasan saja, namun ada filosofi yang dikandung, yaitu sebagai penyokong ke arah kehidupan yang lebih baik kedepannya. Seperti contoh janur dibentuk menjadi keris, pecut, atau kembang mayang ini ada maknanya masing-masing,” ungkap Arta, Kamis (25/7) di Balai Desa Jetis, Kecamatan Bandungan, Kabupaten Semarang.

Untuk itu, pihaknya mengadakan pelatihan kepada warga bagaimana membuat dekorasi dari janur, sekaligus mengenal fungsi janur serta filosofinya kepada anak-anak muda di Kabupaten Semarang.

“Karena janur yang dirangkai dalam bentuk kembar mayang ini, kemudian dicampur dengan buah dan sayur itu artinya menganggambarkan sebuah rumah tangga beserta dinamikanya,” bebernya.

Sedangkan janur yang dibentuk menjadi keris, kata Artha memiliki arti menjaga keamanan, sementara jika dibentuk menjadi penjor maka itu melambangkan sebuah sambutan selamat datang yang biasanya digunakan untuk berbagai kegiatan kebudayaan.

“Selain masyarakat yang kurang paham akan filosofi hiasan dari janur ini, kami juga sedih karena jumlah perajin janur ini lambat waktu semakin berkurang karena peminat kerajinan janur untuk dekorasi tidak sebanyak waktu dulu ya,” terangnya.

Hal itu digambarkan oleh Artha seperti sebuah pepatah “Tak Kenal Maka Tak Sayang” karena masyarakat kurang mengenal makna yang terkandung dari dekorasi janur itu.

“Sehingga semangat dari pelatihan ini saya juga ingin kembali mengenalkan tentang kerajinan janur ke masyarakat umum juga sekaligus memberikan pemahaman soal filosofi dari dekorasi janur itu sendiri,” tutur dia.

Ditanya soal stol janur saat ini, diakuinya selalu ada setiap saat karena janur ini tidak pernah tidak kehabisan stok di pasaran.”Karena Indonesia ini adalah negara tropis, jadi selalu ada untuk janur. Sehingga tidak perlu khawatir akan stok janur itu sendiri. Apalagi turunan janur itu juga banyak disini, seperti palma dan daun lontar juga masih banyak ditemui, dan ini harus dimanfaatkan dengan baik untuk melestarikan budaya asli Indonesia soal hiasan dekorasi,” jelasnya.

Disisi lain, Guru SMA Kanisius Bhakti Awam Ambarawa, Nurhayati mengaku mengikuti kegiatan pelatihan itu bersama lima siswanya untuk mengenalkan kepada siswanya soal kerajinan janur.”Jadi sekalian mengajarkan soal kerajinan janur kepada siswa saya, karena ini merupakan bagian dari budaya kita sebagai orang Indonesia. Sekaligus untuk melestarikan budaya ini ya, sehingga mereka paham arti janur itu sendiri dan bagaimana membuatnya dalam berbagai bentuk yang memiliki filosofinya sendiri,” sebut dia.

Untuk itu, ia berharap dengan adanya pelatihan janur ini, kerajinan janur itu sendiri tidak hilang dilekang waktu sekarang ini.”Maka dari itu saya mengajak siswa saya untuk belajar merangkai janur, serta memahami betul maknanya dari masing-masing bentuk dekorasi dari janur ini, meski banyak yang kesulitan, mereka senang mengikuti pelatihan merangkai janur ini,” pungkasnya.(hes)

Exit mobile version