Politik Pemerintahan

Aktivis Pertanyakan Hukuman bagi Kades yang Langgar SE Pj Bupati Pati tentang Pengisian Perades

pengisian perades pati

PATI, Mantranews.id – Pengisian perangkat desa (Perades) di Kabupaten Pati tahun 2024 lalu yang dilaksanakan di Kota Semarang masih menjadi polemik hingga kini. Pasalnya, pelaksanaan tersebut menyalahi Surat Edaran (SE) nomor 400.10.2/2790.1 tertanggal 30 Oktober 2024 yang dikeluarkan oleh Penjabat (Pj) Bupati Pati Sujarwanto Dwiatmoko.

Di mana dalam surat edaran tersebut, Pj Bupati meminta para camat dan kepala desa agar dalam pelaksanaan ujian tertulis calon Perades dilaksanakan di Kabupaten Pati. Akan tetapi, praktiknya, banyak kepala desa justru menyelenggarakan seleksi perangkat desa di luar Kabupaten Pati.

Aktivis Pati Cahaya Basuki alias Yayak Gundul, menyebut pelanggaran terhadap SE PJ Bupati tersebut diduga karena adanya oknum Camat dan kepala desa yang tidak patuh terhadap instruksi PJ Bupati selaku pimpinan tertinggi di Kabupaten Pati. Prihatin dengan kondisi itu, Yayak menyebut jika oknum-oknum tersebut berlagak seperti preman dengan tidak menghiraukan instruksi PJ Bupati.

“Yang menghalangi ini siapa, karena ini harga diri. Kalau memang dilanggar kenapa dibuat (SE), makanya saya koar-koar. Saya tidak benci sama oknum, saya hanya mengkritisi kebijakannya. Ini setelah pak Haryanto (Bupati Pati periode 2012-2022) purna, ada pejabat justru semena-mena layaknya preman,” kata Yayak, Jumat (31/01/2025).

Pelanggaran ini, menurutnya, ada oknum dari camat dan sejumlah kepala desa yang sengaja mengabaikan SE Pj Bupati. Sehingga, ia pun mempertanyakan kepastian hukuman bagi para oknum kades dan camat yang berani melanggar SE Pj. Bupati Pati tersebut.

“Kalau para pelanggar tidak diberi sanksi, nanti malah makin menjadi-jadi. Dibutuhkan ketegasan Pj Bupati Pati di sini, agar tidak ada lagi oknum kades dan camat yang berbuat semaunya sendiri. Jelas-jelas sudah ada SE-nya, kok dilanggar,” tegasnya.

Sementara itu, Kabag Hukum Setda Pati, Irwanto mengatakan jika SE Pj Bupati itu bukanlah suatu produk hukum. Melainkan hanya sebatas surat, di mana semua OPD bisa membuatnya. Termasuk dalam keluarnya SE tersebut dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (Dispermades) yang diturunkan ke kepala desa melalui camat.

“Surat edaran itu bukan produk hukum. Karena sumbernya itu hanya menindaklanjuti dari undang-undang yang lebih tinggi. Dalam hal perangkat desa yang membuat adalah OPD teknis yaitu Dispermades,” tutup Irwanto.

Sementara itu, menurut praktisi hukum Izzudin Arsalan, Surat Edaran Pj Bupati sifatnya beschikking, yakni keputusan tertulis yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk hal-hal yang konkret.

“SE itu kan sifatnya beschikking, bukan regeling (bersifat mengatur). Kalau beschikking itu ‘kan mengikat semua pejabat di bawah pimpinan Pj Bupati. Lha di dalam surat edaran itu, ada kata “diminta”, kalau diminta berarti mengikat secara hukum administrasi ketatanegaraan,” jelasnya.

Ia menjelaskan, meskipun bukan produk hukum, akan tetapi SE itu bersifat mengikat. Sehingga apabila tidak dilakukan, maka pejabat di bawahnya berarti tidak menaati perintah pimpinan. “Tinggal PJ Bupati-nya saja nanti, mau kasih sanksi atau tidak,” pungkasnya. (Arif Febriyanto / Mantranews.id)