Berita Hukum

Ketua DPRD Pati Mengaku Jengkel pada Direktur PT. BPR BKK, Ini Sebabnya!

DPRD Pati

PATI, Mantranews.id – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati mengungkap jika PT BPR BKK Pati (Perseroda) memiliki kredit macet sebesar Rp 36 miliar. Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua DPRD Pati Ali Badrudin pada saat audiensi bersama PT. BPR BKK Pati, di Ruang Banggar DPRD Pati, pada Kamis 2 Januari 2025.

Hanya saja, Ali selaku Ketua DPRD dibuat jengkel dengan sikap BPR BKK melalui direkturnya Slamet Widodo, yang enggan memberikan data-data nama debitur (pihak yang mengambil pinjaman).

“Kami meminta nama-nama debitur, kenapa tidak diberikan. Karena kita punya fungsi pengawasan, kita boleh minta listnya. Kenapa yang macet selalu ditayangkan di media massa. Sedangkan kami minta data debitur tidak boleh. Menurut keterangan BPR BKK ada Rp 36 miliar, itu angkanya di mana saja. Itu uang pemerintah juga,” cetusnya.

Rasa jengkel juga diutarakan oleh Ketua Komisi C DPRD Pati, Joni Kurnianto. Menurutnya, pihaknya selaku DPRD yang memiliki tugas dan fungsi di bidang pengawasan berhak untuk mendapatkan informasi terkait nama-nama debitur di BPR BKK sebagai salah satu perusahaan milik daerah.

Joni juga menjelaskan beberapa dasar hukum jika DPRD berhak untuk tahu. Mulai dari UU nomor 17 tahun 2003, PP nomor 55 tahun 2005, PP nomor 58 tahun 2018, dan Perda nomor 1 tahun 2018.

“Jadi DPRD Pati dapat melakukan pengawasan operasional, evaluasi kinerja, pemeriksaan laporan keuangan, penilaian direktur, dan pengambil keputusan strategis. Jadi boleh,” kata Joni.

Sementara itu, direktur BPR BKK Pati Slamet Widodo, bersikukuh jika pihaknya diharamkan untuk membuka data yang dinilai bersifat rahasia.

“Mohon maaf Bapak, itu melanggar Undang-Undang Perbankan. Kami sudah berkonsultasi dengan OJK, kaitannya data kredit macet, memang tidak diperkenankan,” sanggah Slamet.

Jajaran DPRD Pati bermaksud terus mendesak BPR BKK untuk membuka data terkait debitur yang memiliki hubungan dengan PT. BPR BKK. Dengan tujuan, kasus yang menempa Noor Afwan tidak terulang kembali.

Untuk diketahui, Noor Afwan merupakan warga Desa Kembang, Dukuhseti yang berhutang di PT BPR BKK Pati. Semula ia berhutang sebesar Rp 200 juta pada tahun 2017. Pada tahun 2019, usaha Noor Afwan bangkrut. Sementara hutangnya di BPR BKK masih sisa Rp 124 juta.

Akibat tak mampu membayar hutang, tempat tinggal dan usahanya dilelang oleh pihak bank. Dari hasil lelang, bangunan beserta tanah Afwan terjual hampir Rp 900 juta. Anehnya, pokok bunga dan denda membengkak jadi Rp 370 juta, dari yang semula kurang Rp 124 juta.  

Kasus Noor Afwan sempat ramai dan menarik sorotan Ketua DPRD Pati, Ali Badrudin. Menurutnya, pihak BPR BKK sudah berbuat semena-mena dengan mengambil banyak keuntungan dari kasus yang menimpa Afwan. (Arif Febriyanto / Mantranews.id)