BATAM, Mantranews.id – Sepanjang 2025 ini, Malaysia telah melakukan deportasi besar-besaran Pekerja Migran Indonesia (PMI). Pada pemulangan pertama, Kamis (9/1), sebanyak 129 orang, terdiri atas 80 laki-laki dan 47 perempuan, sedangkan pada Jumat (17/1), sebanyak 37 PMI terdiri atas 26 laki-laki dan 11 perempuan.
Berdasarkan data Balai Pelayanan dan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), saat ini masih ada sekitar 7.000 PMI yang sedang mengantre untuk dipulangkan dari Malaysia ke Indonesia.
Staf Perlindungan BP3MI Kepri Indra D. Putra di Pelabuhan Ferry Internasional Batam Centre mengatakan, BP3MI Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) telah memfasilitasi pemulangan 80 PMI yang dideportasi dari Malaysia.
“Sepanjang 2025 ini, ini (pemulangan) yang ketiga kalinya dalam jumlah yang besar,” kata Indra di Kota Batam, Rabu (5/2).
Pada pemulangan kali ini, pihaknya menerima dua surat. Yang pertama pemulangan 26 PMI dan kedua 50 PMI. Pihaknya belum mendapatkan data pasti berapa jumlah PMI perempuan dan laki-laki, termasuk anak-anak yang ikut dideportasi.
“Rinciannya belum pasti, masih akan kami data lagi. Tapi total pemulangan hari ini sekitar 80 orang, ada anak-anak PMI juga, termasuk satu PMI yang dipulangkan dalam kondisi sakit,” katanya.
Pekerja tersebut dideportasi dari Malaysia karena beberapa alasan, di antaranya melanggar keimigrasian, melebihi masa tinggal, visa kerja tidak sesuai penggunaan, serta menyalahgunakan paspor.
Daerah asal PMI deportasi kali ini, kata dia, masih dilakukan pendataan, namun beberapa sudah diketahui dari data paspor yang diterima, yang kebanyakan berasal dari Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kepri.
Seperti pada pemulangan sebelumnya, seluruh PMI deportasi ini dibawa ke Selter P4MI Kota Batam untuk dilakukan pendataan serta sosialisasi dan edukasi terkait dengan aturan bekerja di luar negeri, guna mencegah mencari kerja di luar negeri.
“Setelah didata, baru nanti kami fasilitasi kembali pulang ke daerah asal masing-masing,” kata Indra.
Pada pemulangan sebelumnya, dari hasil pendataan BP3MI Kepri, terdapat PMI deportasi tersebut karena menjadi korban tindak perdagangan orang (TPPO).
Sepanjang awal 2025, BP3MI Kepri sudah memfasilitasi tiga kali pemulangan PMI deportasi dari Malaysia.
Sementara itu, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI) mendesak penanganan isu pelindungan pekerja migran Indonesia (PMI) dan pemberantasan pelaku-pelaku kejahatan yang mengincar PMI dilakukan hingga akar-akarnya.
Ketua SBMI Hariyanto Suwarno memandang belum maksimalnya pemberantasan sindikat penyelundupan pekerja migran Indonesia menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya insiden penembakan pekerja migran Indonesia oleh Agensi Penguatkuasaan Maritim Malaysia (APMM) pada 24 Januari yang menewaskan dua WNI.
“Kalau sindikat penempatan yang bermain di bisnis kotor ini tidak diberantas sampai ke akar-akarnya, tahun depan kita akan disuguhkan dengan persoalan yang sama, bahkan barangkali tidak sampai tahun depan,” kata Hariyanto saat dihubungi di Jakarta, Rabu (5/2).
Menurut Hariyanto, penempatan pekerja migran Indonesia non-prosedural dan penyelundupan manusia adalah kejahatan yang sistematis, sehingga membutuhkan penanganan yang sistematis pula dari pemerintah RI.
Oknum-oknum yang terlibat dalam sindikat tersebut tersebar dari hulu hingga hilir, dari pihak yang mengantar PMI dari Malaysia ke RI maupun sebaliknya secara ilegal, pemilik kapal dan perusahaan yang membantu penyelundupan, hingga oknum yang memberi akses kepada majikan secara non-prosedural, kata dia.
Ia mencontohkan, seorang oknum yang mengantar pekerja migran Indonesia secara non-prosedural dari Malaysia ke Indonesia bahkan bisa mendapat imbalan hingga 1.600 ringgit Malaysia (Rp5,5 juta) per orang setelah melakukan aksinya.
“Bisnis gelap ini betul-betul menggiurkan dan banyak oknum yang diuntungkan dari bisnis ini,” ucap dia.
Karena itulah, pemerintah Indonesia harus meningkatkan upaya menyingkap oknum-oknum di balik penyelundupan PMI secara terbuka serta menindak para pelakunya segera. Hariyanto juga mengingatkan supaya pemerintah Malaysia melakukan hal yang sama.
Selain menegaskan pentingnya pemberantasan pelaku kejahatan yang mengincar pekerja migran Indonesia, Ketua SBMI juga mendesak hasil konkret dari penyelidikan kasus penembakan PMI oleh personel APMM di perairan Selangor, Malaysia, tersebut.
Menurut dia, penyelidikan harus dilakukan secara terbuka, termasuk untuk menjawab klaim pihak Malaysia yang menimbulkan kegaduhan bahwa para PMI yang mereka sergap membawa senjata ataupun merupakan bagian dari suatu sindikat narkoba lintas negara.
Hariyanto juga memandang supaya penyelidikan diperkuat dan ada tindakan lebih kepada personel pelaku penembakan daripada sekadar dibebastugaskan. (ANT / Mantranews.id)