Berita Hukum

Tiga Camat Jadi Saksi Kasus Gratifikasi Mantan Walkot Semarang Mbak Ita – Alwin Basri

Mantan Wali Kota Semarang : Hevearita Gunaryanti Rahayu (Anta | Mantranews.id)

SEMARANG, Mantranews.id – Tiga camat di Kota Semarang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang kedua dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) penerimaan gratifikasi yang menjerat mantan Wali Kota (Walkot) Semarang Hevearita G. Rahayu (Mbak Ita) dan suaminya Alwin Basri.

Tiga camat itu yakni Eko Yuniarto (Camat Gayamsari); Suroto (Camat Genuk); dan Ronny Tjahjo Nugroho (Camat Semarang Selatan).

Mereka dimintai sejumlah keterangan, termasuk soal proyek pengerjaan di 16 kecamatan se-Kota Semarang total Rp 16 miliar.

Diketahui proyek itu dikerjakan oleh Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi).

Dalam kesempatannya, Eko Yuniarto yang kala itu menjabat sebagai Ketua Paguyuban Camat Kota Semarang menuturkan bahwa Alwin Basri meminta uang total Rp 16 miliar untuk pengerjaan proyek.

“Intinya beliau (Alwin Basri) meminta Rp 16 miliar, ‘wis pokoke aku minta Rp 16 miliar’,” ujar Eko dalam kesaksiannya, Senin (28/4/2025).

Selain itu, ia juga mengaku pernah mengembalikan uang sekitar Rp 600 juta yang merupakan temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa Tengah, atas pekerjaan infrastruktur di Kecamatan Pedurungan pada tahun 2023

“Perintah dari wali kota untuk mengembalikan, bukan kontraktor sebagai pelaksana pekerjaan,” katanya.

Sementara terkait permintaan proyek total Rp 16 miliar dari Alwin Basri, Camat Genuk Suroto juga membenarkan hal tersebut.

“(Menirukan Alwin) ‘yasudah ada 16 kecamatan, jadi Rp 16 miliar saja’,” ujar Suroto menirukan Alwin.

Ia membeberkan bahwa kesepakatan itu terjadi di ruangan Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah.

“Saat di Komisi D ada empat orang, Pak Alwin, Eko, Martono (Ketua Gapensi Semarang), dan saya,”  beber Suroto.

Sementara kesaksian dari Ronny, membenarkan bahwa Alwin Basri meminta Martono selaku Ketua Gapensi sebagai pelaksana proyek.

“Saya mendengar dari Pak Eko selaku Ketua Paguyuban saat pertemuan para Camat di Salatiga, saat mengikuti Bimtek dari BKKBN Jateng,” ujar Ronny.

Menanggapi pernyataan para saksi, Penasihat Hukum Mbak Ita, Agus Nurudin menyimpulkan bahwa tidak ada yang memberikan uang kepada Mbak Ita dan Alwin.

“Jadi semuanya ini persepsi dan opini para saksi. Tidak ada yang memberi duit atau tidak ada yang tahu, jadi tidak ada yang memberi uang ke klien saya,” tegasnya.

Sebelumnya, Hevearita dan Alwin Basri diduga menerima gratifikasi atas pekerjaan proyek di 16 kecamatan di Kota Semarang melalui penunjukan langsung.

“Dari nilai proyek sebesar Rp 16 miliar tersebut, kedua terdakwa masing-masing menerima gratifikasi yang tidak dilaporkan ke KPK sebesar Rp 2 miliar,” ujar JPU KPK Rio Vernika Putra, Senin (21/4).

Akibatnya, Ita dan Alwin dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 11, dan Pasal 12 huruf f, dan Pasal 12 huruf B. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. (Syahril Muadz | Mantranews.id)