Kudus, Mantranews.id – Sejumlah sekolah swasta di Kabupaten Kudus mengkhawatirkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal pendidikan jenjang SD dan SMP, baik negeri maupun swasta yang harus digratiskan.
Kepala SMP 1 Muhammadiyah Kudus Ali Zamroni mengatakan pihaknya menyambut baik kebijakan tersebut. Namun ia juga meminta jaminan dari pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan operasional sekolah.
“Kami punya program-program unggulan, ada guru-guru yang honornya dari iuran wali murid, itu juga harus diperhatikan,” kata Ali, Sabtu (31/5/2025).
Ia menjelaskan bahwa dari total 31 guru yang mengajar di sekolah tersebut, hanya lima orang yang berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Selebihnya adalah guru honorer yang selama ini digaji dari dana SPP dan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dari pemerintah pusat. Namun, menurutnya, dana BOS tidak sepenuhnya mencukupi.
“Guru honorer ada yang sudah sertifikasi dan belum. Yang belum sertifikasi digaji dari BOS, tapi tetap kurang. Yang sudah sertifikasi justru tidak boleh menerima BOS, jadi tetap butuh dana lain,” ujarnya.
Ali juga mengungkapkan bahwa selama empat tahun terakhir, sekolah tidak lagi menerima dana BOS dari APBD, yang sebelumnya rutin diberikan dua tahun sekali. Ia menilai, untuk menunjang program unggulan seperti Kelas Coding dan Tahfidz, diperlukan anggaran tambahan di luar BOS pusat.
“Kami punya Kelas Coding dan Tahfidz yang sudah melahirkan siswa-siswi berprestasi. Kalau memang sekolah mau digratiskan, jangan hanya meniadakan SPP tapi abaikan kualitas,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga (Disdikpora) Kudus, Anggun Nugroho, menyatakan bahwa pihaknya masih menunggu petunjuk teknis resmi terkait kebijakan tersebut.
Ia menjelaskan bahwa sekolah swasta hanya menerima BOS dari pemerintah pusat, sementara BOS daerah hanya dialokasikan untuk sekolah negeri.
“Apapun kebijakan pusat, kami siap menindaklanjuti,” kata Anggun. (Fahtur Rohman | Mantranews.id)