Uncategorized

Sejumlah Saksi Dipanggil Terkait Kasus Investasi di Margorejo Pati, Kuasa Hukum Terdakwa: Ranahnya Perdata, Bukan Pidana

IMG 20250820 WA0029

PATI, Mantranews.id – Sidang lanjutan kasus dugaan penipuan dengan terdakwa Anifah kembali digelar di Pengadilan Negeri Pati pada (Rabu, 20/8/2025) Agenda sidang kali ini adalah pemeriksaan saksi-saksi terkait kasus yang diduga merugikan korban sebesar Rp3,2 miliar.

Dimana kasus dalam kasus tersebut, Anifah disebut sebagai terdakwa atas kasus investasi dengan Nurwiyanti alias Wiwid.Darsono, S.H., M.H., kuasa hukum terdakwa Anifah, memberikan keterangan usai persidangan, menegaskan bahwa kasus yang menjerat kliennya ini seharusnya masuk ranah perdata, bukan pidana.

“Klien kami didakwa melakukan penipuan dan penggelapan dengan nilai yang dikonstruksikan sebesar Rp3,2 miliar. Namun, dalam persidangan terungkap bahwa angka tersebut didasarkan pada kontrak yang dibuat di hadapan notaris,” ujar Darsono.

Ia menjelaskan, peristiwa yang dituduhkan sebagai penipuan atau kebohongan terjadi pada tahun 2023. Padahal, kontrak yang dibuat dihadapan notaris Karina telah selesai dilaksanakan. Saat ini, bukti-bukti Anifah dianggap cukup kuat untuk menyebut jika kasus ini merupakan perdata karena secara resmi sudah dinotariskan dengan Feby Chairun Nisa. Yang mana dalam akta notaris yang baru itu, terdapat sejumlah jaminan.

Jaminan tersebut berupa sebidang tanah di Rembang dan sebidang tanah yang akan menjadi milik seorang wanita yang rencananya akan diserahkan kepada pihak Nurwiyanti.

Selain itu, kliennya juga telah memberikan imbal hasil sebesar Rp1,24 miliar.Darsono juga menjelaskan bahwa nilai tanah yang dijadikan jaminan di Rembang mencapai Rp1,5 hingga 2 miliar. Sementara tanah yang akan menjadi milik pihak ketiga di Margoyoso nilainya sekitar Rp3,5 hingga 4 miliar.

“Kami sampaikan bahwa peristiwa tahun 2023 itu jauh berbeda dengan kontrak yang dinotariskan. Klien kami mengakui telah menerima Rp3,2 miliar, tetapi klien kami juga memberikan dua jaminan. Anda bisa bayangkan, nilai yang diterima klien kami Rp3,2 miliar, imbal hasil yang sudah diberikan Rp1,24 miliar, lalu ini sekarang menjadi tindak pidana? Kami meyakini ini adalah perikatan perdata, bukan pidana,” tegas Darsono.

Menurutnya, penipuan seharusnya terjadi sebelum adanya perjanjian. Dalam kasus ini, permasalahan justru muncul setelah perjanjian dibuat di hadapan notaris.

“Seharusnya niat jahat itu muncul sebelum ada perjanjian notaris. Yang terjadi pada klien kami adalah kemacetan setelah ada perjanjian di hadapan notaris,” imbuhnya.

Sidang akan dilanjutkan pada [Senin, 25/8/2025] dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya. Pihak kuasa hukum terdakwa berharap fakta-fakta yang terungkap di persidangan dapat memberikan keadilan bagi kliennya. (red)

Exit mobile version