GROBOGAN, Mantranews.id – Baru-baru ini viral aksi pemilik Babalu Cafe yang terkenal cara memasak ‘Sok Kabeh’. Aksi itu berupa kemarahan pemilik cafe lantaran mendapat surat dari pemerintah kabupaten (Pemkab) terkait pembayaran pajak.
Antok pemilk cafe itu mengaku tak terima mendapatkan surat teguran terkait tidak disiplin pajak. Lantaran beberapa bulan terakhir ini cafe miliknya selalu sepi. “Jadi gini, kondisi tiga bulan terakhir ini kan lagi sepi banget. Teman-teman resto juga mengatakan kalau kondisi memang sepi,” ungkap Antok perihal kondisi resto miliknya.
“Ketika kondisi sepi, kenapa kok video viral saya kemarin itu. Memang satu hari itu nggak ada yang masuk sama sekali. Ketika nggak ada yang masuk, saya mendapatkan surat teguran seperti ini,” tambah Antok.
Lebih lanjut, pihaknya menuturkan untuk selalu menyertakan bukti penarikan pajak. Namun, pihaknya juga mengungkapkan bahwa masyarakat juga enggan untuk penambahan pajak pada waktu pembelian.
“Saya harus menyertakan bill bukti-bukti penarikan pajak, sedangkan masyarakat kalau ditarik pajak resto itu pada nggak mau. Katanya mau beli makan, bukan mau beli pajak. Akhirnya kondisi restonya semakin sepi, karena pelanggan nggak mau ditarik pajak. Begitu,” jelasnya.
Ditempat lain, Kepala BPPKAD Grobogan Wahyu Susetijono mengungkapkan, pada Rabu (31/7) telah menurunkan petugas gabungan yang terdiri dari BPPKAD dan Satpol PP atas pemberian surat teguran pembayaran pajak tersebut.
Menurutnya, pemberian surat tersebut merupakan tindak lanjut dari temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dilayangkan ke sejumlah resto dan kafe yang ada di Kabupaten Grobogan.
“Kita hanya bersifat menindaklanjuti,” singkatnya.
Lebih lanjut, pihaknya menuturkan bahwa BPK menemukan hal-hal untuk optimalisasi pajak untuk pelaporan, sehingga pengiriman surat tersebut di beberapa tempat dan tidak hanya menyasar Babalu Cafe.
“Surat yang kami berikan terkait optimalisasi pajak, untuk laporan penyampaian omzet pembayaran. Diminta tertib,” jelasnya.
Dijelaskan, bagi tempat makan yang memiliki omzet di bawah Rp 10 juta perbulan tidak dipasang tapping box namun harus tertib melaporkan pendapatan. Lebih lanjut, pihaknya menuturkan temuan pemeriksaan BPK tersebut atas laporan keuangan di tahun 2023 hingga 2024 berjalan saat ini.
“Karena tidak tertib melaporkan maka kita menyurati mereka untuk kembali tertib melaporkan (Pendapatan),” katanya.
Ditambahkan, bahwa restoran atau cafe yang memang sepi tidak akan dikenakan pajak. “Seperti saat covid, tidak membayar pajak dikarenakan sepi,” tuturnya.
Pajak yang dikenakan kepada resto, sambung Wahyu bersifat self assessment atau pelaporan mandiri. Sementara bila menggunakan alat sudah terekam otomatis.
“Self assessment kan diberikan kepercayaan melaporkan. Bila dilihat melalui grafik tidak meyakinkan baru kita periksa,” ujarnya.
Sementara itu, pihaknya menuturkan untuk kelanjutannya pihaknya akan terus memantau pelaporan. Bila, terlapor tidak mencukupi untuk pembayaran pajak, maka tidak akan dikenakan pajak.
“Yang penting laporan,” tegasnya.
Dalam hal ini, pihaknya melayangkan surat tersebut yang tertulis agar pemilik tempat makan melakukan pemungutan pajak barang jasa tertentu (PBJT) atas makanan dan minuman sebesar 10 persen dalam setiap transaksi penjualan. Kemudian, pengenaan pajak PBJT atas kriteria memilah-milah pengunjung baik yang dikonsumsi di tempat dan delivery/take away.
Selanjutnya, bukti transaksi nota untuk dilaporkan secara riil dalam setiap bulan, serta apabila melakukan pelanggaran maka akan ditindaklanjuti sesuai aturan yang berlaku. (Cak-Mantranews)