JAKARTA, Mantranews.id – Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto menegaskan, isu pemotongan THR di rumah sakit-rumah sakit milik Kementerian Kesehatan perlu segera ditangani. Ia berpendapat, hal itu tidak sejalan dengan transformasi kesehatan di bidang sumber daya manusia kesehatan.
Edy membeberkan, sebelumnya ada banyak keluhan di RSUP Dr. Kariadi, Semarang soal pemotongan remunerasi hingga tunjangan hari raya (THR). Dan kini masalah serupa terjadi di RSUP Dr Sardjito, Yogyakarta.
Di RSUP Dr. Kariadi, kata Edy, tenaga kesehatannya pada 17 Maret lalu hanya mendapatkan 50 persen dari tunjangan kinerja yang seharusnya.
“Hal yang lebih menyedihkan terjadi kepada tenaga kesehatan di RSUP Dr. Sardjito karena hanya menerima THR sebesar 30 persen saja. Padahal jumlah mereka ini paling banyak di setiap fasilitas kesehatan. Artinya mereka adalah motor dari layanan kesehatan,” dia melanjutkan.
Terlebih, pemotongan remunerasi bahkan terjadi sejak Agustus lalu. Dia pun mengumpulkan informasi terhadap kejadian di Yogyakarta, serta mendengar keluhan serupa dari beberapa tenaga kesehatan di berbagai rumah sakit.
“Ini menjadi hal yang serius dan harus segera direspon sebelum hari raya Idul Fitri,” katanya.
Menurut aturan yang berlaku, yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 202/PMK.05/2022 dan Keputusan Menteri Keuangan (Menkeu) Nomor 335 Tahun 2024, remunerasi bagi pegawai Badan Layanan Umum (BLU) rumah sakit merupakan hak yang diberikan sebagai alat motivasi pegawai.
“Prinsip-prinsip keadilan, proporsionalitas, kesetaraan, kepatutan, dan kinerja harus menjadi dasar dalam sistem penggajian di rumah sakit, bukan justru diabaikan,” ujarnya.
Akibat dari pemotongan remunerasi dan THR ini, ujar Edy, tenaga kesehatan mengalami penurunan kesejahteraan, padahal menjelang hari raya kebutuhan meningkat.
Dia pun mengingatkan bahwa langkah manajemen untuk menyunat THR tidak sejalan dengan perintah Presiden yang meminta pemberian THR harus 100 persen.
“Presiden juga sudah memerintahkan untuk memberikan THR maksimal 100 persen. Pesan “maksimal” ini harusnya tidak dimaknai boleh memotong THR,” tegas Edy.
Edy juga memahami jika remunerasi ini terkait dengan pendapatan rumah sakit. Ini tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan Nomor Hk.02.02/D/286/2025 tentang Petunjuk Teknis Pemberian Remunerasi Bagi Pejabat Pengelola, Pegawai, dan Dewan Pengawas Badan Layanan Umum Rumah Sakit di Lingkungan Kementerian Kesehatan.
Artinya naik turunnya remunerasi ini tergantung pendapatan rumah sakit dan hal ini harus dikomunikasikan dengan baik kepada tenaga kesehatan. Ia pun meminta Kemenkes segera turun tangan, dan pihaknya akan terus memantau hal ini.
“Jika memang ada kendala anggaran, mari kita lihat transparansinya. Jangan sampai kebijakan ini justru menunjukkan ketidakadilan dan mengorbankan tenaga medis atau tenaga kesehatan yang sudah menjadi ujung tombak pelayanan,” katanya. (Mantranews.id)