SEMARANG, Mantranews.id – Ekonomi lesu di Kota Semarang menyebabkan daya beli masyarakat menurun. Wali Kota Semarang Agustina Wilujeng Pramestuti khawatir hal ini berdampak panjang.
“Kita tahu nih ekonomi saat ini masih lesu, kita lihat orang ngabuburit saja nggak banyak. Ini (lokasi ramai pedagang) ‘kan lebih sepi dari tahun lalu, biasanya sampai berjubel-jubel,” kata dia di Kota Semarang, belum lama ini.
Ia pun mengungkapkan kekhawatirannya atas lesunya ekonomi ini berdampak pada para pedagang, termasuk penjual daging di pasar tradisional.
“Karena ekonomi lesu, saya khawatir ini juga terjadi dengan penjual daging,” tutur dia.
Pihaknya pun akan segera mencari solusi terbaik atas masalah ini. “Ini harus dicari (penyebab) perekonomian lesu, kita harus cari solusi,” ujarnya.
Sementara, salah seorang pengamat ekonomi Universitas 17 Agustus (Untag) Semarang Tri Wisayanti menilai, lesunya ekonomi dilandasi sejumlah faktor, salah satunya kondisi perekonomian global yang tidak menentu.
“Tidak bisa dipungkiri bahwa dampak pasca Covid 19 ini belum selesai. Artinya yang terjadi pada masa Covid ini ‘kan berimbas pada beberapa sektor dan juga mengurangi pendapatan masyarakat. Hal ini jelas menurunkan daya beli masyarakat,” ungkapnya pada Rabu (12/3).
Selain itu, banyaknya gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan kebijakan pemerintah juga dinilai memengaruhi menurunnya daya beli masyarakat.
“Kebijakan efisiensi anggaran, pajak 12 persen untuk barang mewah, dan kebijakan lain, sampai-sampai ada gerakan Indonesia Gelap, kemudian ditambah kondisi global yang juga tidak menentu,” beber dia.
Faktor lain yang memicu lesunya ekonomi, sambungnya, yakni maraknya kasus korupsi. Sehingga masyarakat jadi lebih sentimen.
“Korupsi yang marak di tengah carut marutnya kondisi ekonomi, itu ‘kan juga menjadi berkurangnya iklim berusaha dan menjadikan hengkangnya investor asing, jadi kondisi saat ini memang sedang lesu,” tandasnya. (Syahril Muadz | Mantranews.id)